Makhluk itu bernama kuda

Di antara hujan penuh berkah yang turun itu, sebagiannya menggenang di padang-padang untuk diminum para hewan. Sebagian yang turun di gunung-gunung tinggi, menembus tanah dan bersembunyi, untuk nanti memancar keluar sebagai mata air yang sejuk segar. Sebagian merasuk ke dalam bumi, menumbuhkan rerumputan hijau segar. Dan beberapa hewan yang penuh berkah, menyantap rumput itu serta meminum airnya.
Salah satu jenis di antara mereka ialah kuda. Adalah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda sebagaimana direkam oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim, "Keberkahan ada pada ubun-ubun kuda." Masih dari kedua kitab agung itu, Rasulullah menyatakan bahwa, 'Kebaikan diikatkan pada ubun-ubun kuda hingga tibanya Hari Kiamat. Yakni pahala dan ghanimah perang."
Bagaimanakah kiranya pahala itu teraih? "Sesiapa memelihara kuda di jalan Allah," demikian Imam Al­-Bukhari meriwayatkan sabda Sang Nabi lainnya, "karena iman pada-Nya dan meyakini janji-Nya, maka kenyangnya, makan dan minumnva, kotoran dan air kencingnya akan termasuk ke dalam timbangan kebaikannya pada Hari Kiamat." Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang yang kalian sanggupi dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang, yang dengannya kalian menggentarkan musuh Allah dan musuh kalian. (Q.s. 8: 60) Inilah kuda, yang Allah muliakan dalam sumpah-sumpah-Nya di Surah Al-'Aadiyat, sebagai yang berlari kencang dengan terengah-engah, yang mencetuskan api dengan pukulan apinya, yang menyerang tiba-tiba ­di waktu pagi, maka ia menerbangkan debu, dan menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh.
"Kuda dan keberkahannya," demikian dikatakan Syaikh 'Abdullah 'Azzam dalam Tarbiyah Jihadiyah-nya, "takkan pernah tergantikan oleh kendaraan lain. Kebaikannya melintasi zaman; makanannya yang alami tak memerlukan bahan bakar minyak yang kadang sukar didapat dan suatu ketika akan habis. Kebaikannya menembus berbagai tempat ia tunggangan yang tangguh untuk melintasi sungai-sungai, hutan, hingga pegunungan tinggi."
"Para mulia pendahulu kita," ujar Dr. Nashir Al-Juda'i dalam At-Tabarruk Anwa'uhu wa Ahkamuh, "memuliakan kuda, mencintainya, dan bersemangat mengetahui berita-cerita dan nasab-nasabnya." Di antara mereka adalah Imam Asy-Syafi'i. Menurut Imam Rabi' ibn Sulaiman Al Muradi, sang guru mampu menunggang kuda dengan memegang kedua telinganya, dan kemudian melempar tombak yang dalam 10 lemparan tak satu pun meleset.
(dikutip dari buku "Lapis-lapis Keberkahan" karya Salim A. Fillah, hal 277-278)

Comments

Popular Posts